Sosok.ID- "Bukan nilai kamu sembilan tetapi sembilan orang yang kamu tolong," adalah prinsip yang selalu dipegang oleh Mario P Hasudungan.
Ia adalah orang dibalik lahirnya Kafe Sunyi House of Coffee and Hope.
Kafe ini menjadi terkenla karena konsepnya yang unik sekaligus menyentuh.
Lantaran, semua pekerja di kafe ini adalah penyandang disabilitas.
Saat ditemui di Kafe Sunyi Jalan RS Fatmawati Raya No.15, Cilandak, Jakarta Selatan, pria berumur 25 tahun ini mau menceritakan sejarah berdirinya kafe ini.
Lahirnya Kafe Sunyi, berawal dari dua cita-cita yang berbeda.
Saat karyawan penyandang tuna rungu melayani pelanggan di kafe House of Coffee and Hope di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2019).
Semua berawal dari keseriusan Mario akan permasalahan kesetaraan antara manusa.
Sedari kecil, Mario memang tumbuh besar dengan ajaran untuk saling tolong-menolong orang yang membutuhkan dan tidak memandang orang sebelah mata.
Keyakinan itulah yang selalu dia pegang hingga ia dewasa.
Baca Juga: Kisah Pilu Budiyono, Pemulung yang Tinggal Di Bawah Flyover, Rela Tidak Makan Demi Hidupi Keluarga
“Jadi dari SD, SMP, SMA orang tua saya selalu ngajak saya untuk mau membantu orang lain. Bukan nilai kamu sembilan tetapi sembilan orang yang kamu tolong, itu selalu jadi prinsip saya,” kata saat ditemui, Selasa (23/7/2019).
Namun ketika menginjak dewasa, dia juga punya cita-cita lain untuk memilik sebuah bisnis.
Di situlah muncul ide untuk membangun bisnis bukan hanya berbicara keuntungan, tetapi juga dapat membantu mereka yang membutuhkan.
Dari situlah awal mula lahirnya konsep Kafe Sunyi.
“Jadi saya coba gabungkan dua poin itu,” ucap dia.
Ditolak karena Ragu Persisnya konsep itu lahir pada 2016.
Baca Juga: Kisah Kinantan Arya Bagaspati, Tiga Tahun Harumkan Indonesia di Olimpiade Matematika Dunia
Namun apakah seketika ide itu langsung dijalankan? Tentu tidak.
Mario berniat mencari rekan bisnis sepemikiran untuk membangun usaha dengan konsep seperti itu.
Namun, yang ada malah penolakan, nada–nada sinis dan ketakutan untuk bekerja sama.
Terang saja, mereka melihat konsep Mario yakni mempekerjaan kaum difabel merupakan hal yang riskan.
“Sepanjang perjalanan banyak penolakan yang saya terima ketika ajukan ide ini kepada rekan dan investor. Ada yang bilabg ‘Enggak bisa, karena terlalu riskan’, ‘aduh enggak diterima ide itu di Jakarta’ dan sebagainya,” kata Mario.
Baca Juga: Runi Khatun, Seorang Wanita dengan Isi Perut Seharga Rp 924 Juta
Situasi itu harus Mario terima selam dua tahun mencari rekan.
“Karena bagi mereka is almost immpossible memperkejakan orang-orang difabel,” kata dia.
Sampai akhirnya orang pertama yang memandang ide Mario “brilian” adalah Almaz, Co Founder kafe sunyi yang juga teman kuliah Mario.
Sejak tahun 2018 lah mereka mulia berkumpul dengan beberapa Co Founder lain hingga akhirnya ide ini dieksekusi.
Cari pegawai
Proses pencarian pegawai pun dimulai.
Mario yang sebelumnya dekat dengan beberapa kenalan atau kelompok penyandang disabilitas mulai membuka lapangan pekerjaan dari mulut ke mulut.
Dia juga membuka lowongan pekerjaan di website pencari kerja khusus penyadang disabilitas.
Hasilnya pun mengejutkan.
“Ini yang mengejutkan. Ternyata yang ngelamar sampai seratusan. Ini yang jadi semangat kami untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka,” ucap Mario.
Namun apa boleh buat, karena kafe sunyi masih tergolong baru maka pihaknya hanya bisa menerima lima sampai enam pegawai saja.
Kriteria yang dicari pun sederhana, yang penting punya semangat kerja.
“Karena bagi mereka kan mendapat pengalaman kerja saja sudah sulit. Sedikit tempat kerja yang mau menerima mereka,” kata dia.
Setelah terkumpul, para karyawan baru pun mengikuti pelatihan membuat kopi, melayani pelanggan dan sebagainya.
Di luar dugaan, ternyata mereka dapat menyerap ilmu dengan cepat. “Mereka benar-benar berbakat,” tambah dia.
Menjadi keluarga Mario sangat paham jika mereka para penyandang disabilitas perlu ruang untuk diterima dan dianggap seperti orang biasa dilingkungan masyarakat.
Baca Juga: Omar Dhani, Membawa TNI AU Terkuat di Belahan Selatan Dunia, Namun Runtuh Karena Kecurigaan
Dia tidak mau ada pembeda atau “gap” antara mereka yang normal dan penyandang disabilitas.
Apalagi, antara atasan dan bawahan.
Maka dari itu, dia berusaha membudayakan beberapa kebiasaan untuk membangun keakraban antara pemilik dan pegawai.
Salah satunya dengan “Pizza Day”, “Setiap hari Kamis ada Pizza Day, jadi para pemilik sama karyawan suka kabur ke belakang makan Pizza bareng, enggak harus Pizza sih, kadang kadang juga martabak,” kata dia.
Tidak hanya keakraban antara pemilik, Mario juga berusaha membangun keakraban antara pelanggan dengan karyawan.
Salah satunya dengan memberikan donat gratis jika ada karyawan yang ulang tahun.
“Contohnya waktu barista kita Andika ulang tahun, tiba–tiba kita kasih donat ke pelanggan. Mereka bilang ‘saya enggak pesan donat’, tapi kita jelasin kalau ini promo karena salah satu barista kita ulang tahun. Ketika pulang banyak pelanggan yang kasih selamat ke Andika,” jelasnya.
Cita–cita terakhir
Dia sadar betul jika masih banyak kaum disabiitas yang membutuhkan lapangan pekerjaan.
Hal itu dia sadari ketika posisi karyawa Kafe Sunyi dibanjiri ratusan pelamar.
Berdasarkan semangat itu, dia berniat membuka cabang lagi di beberapa daerah, tentu dengan konsep yang sama, mempekerjakan karyawan penyandang disabilitas.
Baca Juga: 6 Kali Gagal Diterima, Putri Seorang Petani Ini Akhirnya Resmi Jadi Perwira TNI
“Karena kafe Sunyi ini masih kecil. Sunyi harus buka lebih banyak lagi, perbesar konsep,” ucap dia.
Ada cita–cita akhir yang ingin digapai Mario beserta para pendiri kafe Sunyi lainya, yakni membangun sebuah museum.
Museum ini nantinya akan berisi karya – karya tangan para penyandang disabilitas.
Semangat membangun musemum pun sama dengan ketika dia mendirikan Kafe Sunyi.
Dia ingin menunjukan kepada masyarakat luas jika tidak ada alasan untuk mendeskriminasi atau memandang sebelah mata kaum disabilitas.
Baca Juga: Kisah Budak Seks ISIS, Dijual di Pasar Ternak Hingga Tak Sengaja Makan Bayinya Sendiri
Mereka berhak diberlakukan sama, mendapat hak yang sama dan dihargai layaknya orang biasa.
(Walda Marison/Sabrina Asril)Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Mario P Hasudungan Gultom, Pria di Balik Kafe Sunyi yang Pekerjakan Disabilitas".