Kisah Pilu Perpisahan Dwitunggal, Kesetiaan Hatta pada Soekarno yang Menemani sang Sahabat Hingga Akhir Hayatnya

Senin, 12 Agustus 2019 | 17:00
Tribunnews/IST

Soekarno-Hatta

Sosok.ID- Tidak hanya sekadar menjadi rekan politik dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Soekarno dan Hatta juga bersahabat karib di dunia nyata.

Bahkan sampai akhir hayat Soekarno pun, Hatta tetap setia menemaninya.

Seperti yang telah diceritakan dalam sejarah, Soekarno menjadi tahanan politik di akhir hayatnya oleh rezim Orde Baru.

Mendengar kabar bahwa sahabatnya harus menderita, Hatta kemudian menulis surat pada Suharto.

Baca Juga: Sikap Teladan Hatta Terhadap Negara, Bersumpah Tak Bakal Injakkan Kaki Ke Singapura Demi Usman-Harun

Dalam suratnya itu, ia mengkritik cara merawat Soekarno.

Di rumahnya, Hatta mengatakan pada istrinya, Rahmi, bahwa ia hendak bertemu dengan Soekarno.

Ia katakan keinginannya itu sembari terisak.

"Kakak tidak mungkin ke sana, Bung Karno sudah menjadi tahanan politik," ucap Rahmi, mengutip Djati Surendro : Hatta "Jauh Tapi Dekat di Hati" Soekarno diterbitkan oleh Majalah Intisari No. 647 Agustus 2016.

Kemudian Hatta menoleh kepada istrinya itu dan berkata.

Baca Juga: Kecintaan Bung Hatta Terhadap Buku dan Menulis, Dijadikan Mas Kawin Hingga Antarkan ke Tanah Suci

"Soekarno adalah orang terpenting dalam pikiranku, sahabatku.

Kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama agar negeri ini merdeka.

Bila memang ada perbedaan di antara kita itu lumrah tapi aku tak tahan mendengar berita Soekarno disakiti seperti ini."

Kemudian ia menulis surat pada Suharto agar ia dapat bertemu sahabatnya itu.

Suharto pun langsung menyetujui permintaan Hatta tersebut.

Baca Juga: Kisah Asmara Bung Hatta: Pernah Sumpah Tak Menikah Sampai Indonesia Merdeka, Akhirnya Lulus Melihat Rahmi Rachim

Ia diizinkan untuk menjenguk Soekarno di Wisma Yaso, Jakarta.

Pertemuan terakhir

Tanggal 20 Juni 1970 sore menjadi hari perpisahan keduanya.

Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta menjadi saksi bisu peristiwa yang mengharukan itu.

Dengan hati-hati, Hatta menghampiri sahabat yang telah terbaring lemah itu.

Soekarno yang semalam koma pun tiba-tiba tersadar begitu Hatta datang.

Baca Juga: Cerita Kocak Soekarno Saat Belanja Pakaian Dalam untuk Sang Istri, Ditemani Janda dan Kumpulkan Para SPG Toko

"Hatta... kau di sini?" ujar Soekarno dengan lirih.

"Ya, bagaimana keadaanmu No?" jawab Hatta.

Hati Hatta teriris melihat sahabatnya itu terbaring tak berdaya.

Dengan berusaha menyembunyikan kepedihannya, ia kemudian mengelus pelan tangan Soekarno.

"Hou gaat met jou?" lanjut Soekarno, masih dengan nada lirih.

Baca Juga: Kebiasaan Unik Bung Karno, Gemar Bernyanyi di Kamar Mandi, Hingga Buat Sjahrir Terganggu

Dalam bahasa Indonesia ucapan itu berarti bagaimana kabarmu.

Hatta yang mendengar ucapan itu pun tak kuasa menahan air matanya lagi.

Ucapan dalam bahasa Belanda itu telah mengingatkannya pada memori masa lalu.

Di mana keduanya masih bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Apalagi, ditambah dengan isakan Soekarno setelah ia mengucapkan pertanyaan itu.

Baca Juga: Lontarkan Ancaman yang Buat Menlu Amerika Ketar-Ketir, Soekarno : Kami Terpaksa Melakukan Politik Memakai Senjata

Hatta yang dikenal kaku dan tak pandai memperlihatkan perasaannya itu akhirnya tak kuat lagi membendung air matanya.

Kedua sahabat itu saling berpegangan erat sambil bertukar air mata.

"No," hanya itu kata yang sanggup diucapkan oleh Hatta.

Kemudian, ia pasangkan kacamata pada sahabatnya itu.

Soekarno yang memintanya.

Baca Juga: Pesona Soekarno, si 'Indonesia Dandy': Pernah Desain Sendiri Seragam Kepresidennya Hingga Punya Parfum dengan Wangi yang Khas

Agar ia dapat melihat sahabatnya dengan lebih jelas.

Keduanya pun saling menatap tanpa ada sepetah kata pun terluntar dari mulut mereka.

Saat itu, tidak ada lagi perbedaan politik di antara keduanya.

Hatta pun menyadari bahwa, waktu yang tersedia bagi sahabatnya itu sudah tidak lama lagi.

Keesokan harinya, Soekarno pun pergi untuk selama-lamanya.

Bahkan, hingga akhir hayatnya pun, Soekarno harus bertemu dengan sahabatnya, Hatta, terlebih dahulu.

Baca Juga: Kisah Pilu di Akhir Hayat Bung Karno, Sendiri dan Diasingkan, Bahkan Kentut Pun Dianggap Berpolitik

Persahabatan yang patut dijadikan teladan bagi putra putri bangsa.

Dwitunggal telah selesai melaksanakan tugas sejarahnya.

Kedua sahabat itu akan senantiasa dikenang oleh bangsa ini.

(*)

Tag

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber tribunnews, Majalah Intisari