Sosok.id - Akhir-akhir ini hubungan antara China dengan Indonesia semakin memanas.
Hal itu disebabkan adanya kapal asing dari Negri Tirai Bambu yang melanggar Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Natuna secara ilegal.
Bahkan, kapal penjaga pantai (coast guard) dari negara itu ikut mengawal dan memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau secara terang-terangan.
Namun, Pemerintah Beijing mengklaim bahwa kapal nelayan dan coast guard mereka tak melanggar kedaulatan Indonesia.
Sebab, menurut mereka, perairan Natuna masuk ke dalam wilayah Laut China Selatan.
Klaim tersebut dihitung berdasarkan sembilan garis putus-putus atau nine dash line.
Melansir dari Kompas.com, nine dash line sendiri merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Dalam UNCLOS sendiri telah ditetapkan batas-batas ZEE dari setiap negara yang ada kaitannya dengan hak melakukan eksploitasi dan kebijakan lain di wilayah perairannya sesuai hukum laut internasional.
Sementara itu, walaupun Beijing merupakan anggota UNCLOS, tetapi negara itu tak mengakui ZEE di Laut China Selatan.
Dalam peta Laut China Selatan yang diterbitkan China mnegacu pada nine dash line, wilayah perairan China membentang ribuan kilometer jaraknya dari daratan utama Tiongkok.
Bahkan, klaim nine dash line itu berdampak pada hilangnya perairan Indonesia sekitar 83.000 kilometer persegi atau 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna.
Selain menggunakan dasar nine dash line tersebut, China juga mengklaim perairan Natuna berdasarkan batas wilayah China sejak zaman Dinasti Ming.
Sehingga, menurut China dengan menggunakan 'senjata' nine dash line tersebut, Natuna merupakan wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan mereka.
Tak hanya wilayah Indonesia, perhitungan menggunakan nine dash line juga merebut wilayah perairan negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei.
Namun, pada 2016 silam, PBB telah memutuskan klaim wilayah China terhadap keseluruhan wilayah Laut China Selatan tidak sah.
Putusan itu bermula ketika Filipina mengajukan gugatan ke lembaga hukum di bawah PBB, Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA).
PCA lalu membuat putusan sengketa Laut China Selatan yang diajukan oleh Filipina yang ditolak dengan tegas oleh Beijing.
Secara umum putusan Mahkamah mengabulkan hampir semua gugatan yang dilayangkan oleh Filipina dan menihilkan klaim maupun tindakan Tiongkok di Laut China Selatan.
China sendiri menyatakan tidak terikat terhadap putusan PCA tersebut.
Walaupun gugatan tersebut dilayangkan Filipina, namun negara-negara tetangga yang selama ini bersengketa dengan China, tak terkecuali Indonesia, turut terimplikasi.
Baca Juga: Memang Serakah, Ini Dia Peta Klaim China Terhadap Natuna Utara yang Dijuluki Juluran Lidah Naga
Indonesia juga tegas menolak klaim China
Pemerintah Indonesia sendiri juga tak pernah mengakui nine dash line yang diklaim oleh China.
Masih melansir dari Kompas.com, Meneteri Luar Negeri Retno Marsuadi menegaskan bahwa Indonesia tak pernah mengakui klaim sepihak oleh China tersebut.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine-dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok. Karena tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama Unclos 1982," kata Retno kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Terkait pelanggaran kapal-kapal China di wilayah ZEE Indonesia, Retno mengatakan pihaknya telah memanggil Duta Besar China di Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Kemenlu menyampaikan protes keras terhadap pelanggaran yang dilakukan China tersebut.
"Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan Kemenlu.
Pihaknya mengatakan, Dubes China telah mencatat protes tersebut dan akan segera menyampaikannya ke Beijing.
Hal tersebut dinilai penting dilakukan untuk menjaga hubungan bilateral kedua negara agar tetap berjalan baik dan saling menguntungkan.
"Menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan RRT (China). Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT, karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," demikian Kemenlu.
Terkait masalah ini, Kemenlu akan terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti TNI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Hingga kini, kasus ini masih menjadi perhatian khusus dari masyarakat.
Bahkan tagar #NatunaBukanNacina masih terus bertengger di jajaran trending topic Twitter Indonesia sejak Minggu (5/1/2020) pagi.
Diketahui, selain menyimpan kekayaan sumber daya ikan dan memiliki alam yang indah, perairan Natuna rupanya menyimpan cadangan minyak dan gas yang begitu besar.
Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah Indonesia melindungi perairan Natuna dari kapal asing.
Adapun untuk mengamankan perairan Natuna, pemerintah Indonesia telah menerjunkan 600 TNI dan 5 kapal perang.(*)