Sosok.ID - Ramainya pemberitaan media membuat keberadaan Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo, Jawa Tengah yang sempat viral itu semakin heboh dibicarakan publik.
Bagaimana tidak, setelah dengan lantang mengklaim sebagai induk dari seluruh negara di dunia, Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo ini juga punya tujuan utama yang tak kalah menghebohkan.
Keberadaan Keraton Agung Sejagat(KAS) di Purworejo yang semakin vokal ini pun tak ayal membuat warga sekitar resah dan merasa terganggu dengan aktivitas mereka.
Ya, seperti yang kita ketahui, belum lama ini sebuah kelompok yang menamakan diri sebagai Keraton Agung Sejagat tengah viral di media sosial.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, Selasa (14/1/2020) kemunculan Keraton Agung Sejagat ini sempat hebohkan warga Desa Pogung Jurutengah, Purworejo Jawa Tengah.
Bahkan unggahan foto-foto kegiatan kelompok tersebut yang tengah melakukan kirab sempat dibagikan oleh akun Twitter @aritsantoso Minggu (12/1/2020) viral di media sosial.
Dalam cuitan akun Twitter @aritsantoso disebutkan bahwa Keraton Agung Sejagat mengklaim diri mereka adalah induk dari seluruh negara di dunia.
Memiliki markas atau kerajaan di Desa Pogung Jurutengah, Purworejo, Keraton Agung Sejagat memiliki pemimpin yang disebut dengan panggilan Sinuwun alias Totok Santosa Hadinigrat dan pasangannya, Kanjeng Ratu alias Dyah Gitaraja.
Melansir dari liputan Kompas TV pada Senin (13/1/2020), dengan jumlah pengikut yang sampai detik ini telah mencapai 450 orang, Keraton Agung Sejagat mengaku memiliki tujuan yang mulia.
Mengaku sebagai induk dari seluruh negara di dunia, Keraton Agung Sejagat bersedia menjadi wadah terkait konflik yang ada di dunia ini.
Melalui cara itu, Keraton Agung Sejagat mengklaim akan memperbaiki kedautan, sistem bernegara, sistem ekonomi secara moneter ataupun global.
"Kita umumkan kepada dunia Keraton Agung Sejagat sebagai induk daripada seluruh kingdom state tribune colony atau republik yang ada di dunia ini menyatakan menjadi jondang (kotak) terhadap konflik yang terjadi di seluruh dunia.
Dengan memperbaiki sistem kedaulatan, sistem bernegara, sistem ekonomi dan moneter secara global," ungkap Sinuwun alias Totok Santosa Hadinigrat seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas TV.
Kendati mengaku memiliki visi misi yang mulia, keberadaan Keraton Agung Sejagat gawangan Totok Santosa ini rupanya tak sepenuhnya diterima warga sekitar.
Melansir Kompas.com, Selasa (14/1/2020) keberadaan kelompk tersebut justru membuat warga resah dengan kegiatan mereka.
Keresahan warga ini pun sempat menarik perhatian pihak kepolisian setempat.
Polres Purworejo bahkan berencana bakal menyambangi dam menemui pemimpin kelompok yang mengaku sebagai induk dari seluruh negara di dunia itu.
Kami mengetahui informasi tersebut, namun tindak lanjut belum bisa sampai langkah hukum dan kita akan bareng-bareng melakukan klarifikasi," kata Wakapolres Purworejo Kompol Andis Arfan Tofani, Senin (13/1/2020).
Kompol Andis Arfan Tofani mengatakan, informasi terkait keberadaan kelompok ini pun sudah diterima dari Camat Bayat, Kades Pogung Jurutengah hingga Bupati Purworejo.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, keberadaan keraton tersebut, ditandai dengan bangunan semacam pendopo yang belum selesai pembangunannya.
Di sebelah utara pendopo, ada sebuah kolam yang keberadaannya sangat disakralkan. dengan sebuah batu prasasti yang disebut Prasasti I Bumi Mataram.
Prasasti tersebut bertuliskan huruf Jawa, di kiri prasasti ada tanda dua telapak kaki, dan di bagian kanan ada semacam simbol.
Kemunculan Keraton Agung Sejagat ini mulai dikenal publik, setelah mereka mengadakan acara Wilujengan dan Kirab Budaya, yang dilaksanakan dari Jumat (10/1) hingga Minggu (12/1).
Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.
Dia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.
Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka pada 1518.
Jodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II.
Menurutnya, kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.
(*)