Sudan yang juga bergantung hidupnya pada Sungai Nil, juga mendesak Dewan Keamanan PBB turun tangan menangani kasus ini, karena ketegangan 3 negara kian meningkat.
Dilansir dari Al Jazeera Selasa (30/6/2020), Mesir merasa akan mendapat ancaman eksistensial dari operasional Bendungan GERD.
Dalam pertemuan virtual dengan Dewan Keamanan PBB pada Senin (29/6/2020), Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry memperingatkan akan ada konflik jika PBB tidak turun tangan.
Baca Juga: Tak Peduli Perang Akan Meletus, Amerika Recoki Latihan Militer China di Pasifik
Ia mendesak dewan membantu menyelesaikan sengketa Bendungan GERD ini, yang menurutnya sudah membahayakan 150 juta warga Mesir dan Sudan.
Sementara itu hasil KTT Uni Afrika pada Jumat (26/6/2020) menyatakan, para pemimpin Mesir, Sudan, dan Ethiopia sepakat untuk berunding lagi tentang pengisian waduk GERD.
Duta Besar Ethiopia untuk Indonesia Admasu Tsegaye Agidew menerangkan, GERD tidak boros air sehingga tidak membahayakan negara-negara hilir. "GERD tidak mengonsumsi banyak air, (sehingga) tidak membahayakan negara-negara hilir, tidak ada deforestasi," terang Dubes Admasu saat dihubungi Kompas.com melalui konferensi video, Jumat (3/7/2020).
Ethiopia bersikeras membangun Bendungan GERD sebagai pembangkit listrik dan meningkatkan perairan. Admasu menuturkan, separuh lebih dari 110 juta penduduk Ethiopia belum menikmati aliran listrik.
"Selama ini mereka memakai kayu bakar sebagai pengganti listrik," terangnya.
Dubes Admasu lalu menerangkan, Bendungan GERD dapat menghasilkan 6.450 megawatt dan menampung 74 juta cm kubik air.
Rencananya,pengisian Waduk GERD dijadwalkan bulan ini. Apabila telah beroperasi, Bendungan GERD akan menjadi waduk pembangkit listrik terbesar di Afrika, dan salah satu yang terbesar di dunia.(*)