Menurutnya, hal itu berhubungan dengan kurangnya wanita sebagai akibat kebijakan satu anak di Negeri Tirai Bambu.
Beberapa wanita bekerja sebagai pelacur sehingga mereka dapat menghasilkan uang untuk dikirim pulang, katanya.
Sementara rumah pelacuran di Shanghai dan Beijing diduga sengaja menahan para pekerjanya.
Setelah hampir dua tahun terbelenggu bersama penculiknya, Park dan ibunya mempertaruhkan nyawa untuk melarikan diri ke Mongolia.
Keduanya kabur dengan menyeberangi Gurun Gobi yang membeku.
Park kemudian pindah ke Seoul, Korea Selatan sebelum akhirnya pindah lagi ke New York dan Chicago, Amerika Serikat.
Namun, hidupnya tetap tak tenang karena ia mendengar kabar bahwa kerabatnya yang berada di Korea Utara telah menghilang.
Dia khawatir mereka akan dieksekusi atau dikirim ke kamp penjara di Korea Utara.
Sebab, menurut Human Rights Watch, para tahanan politik di tempat itu harus menghadapi 'penyiksaan, kekerasan seksual, kerja paksa, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya'.